Sabtu, 29 Desember 2007

Pernyataan Sikap atas Putusan Pengadilan Kasus Lumpur Lapindo

www.lhkisby.blogspot.com :

Departemen Advokasi Lembaga Hukum & HAM Keadilan Indonesia (LHKI) Surabaya, dengan ini menyampaikan pernyataan sikap menanggapi putusan pengadilan dalam kasus Lumpur Lapindo sebagai berikut:

  1. Gugatan YLBHI dan Walhi dalam kasus Lumpur Lapindo ditolak pengadilan Jakarta Selatan dan Pusat. Pada putusan gugatan YLBHI dinyatakan bahwa Lapindo telah mengeluarkan uang untuk penyelesaian sosial dan semburan lumpur. Dalam hal ini dianggap tidak ada pelanggaran HAM. Pada putusan gugatan Walhi dinyatakan bahwa semburan lumpur Lapindo disebabkan oleh bencana alam karena pergeseran lempeng bumi. Hakim perkara tersebut menggunakan alat bukti Lapindo cs dan mengabaikan alat bukti yang diajukan penggugat (YLBHI dan Walhi). Dalam proses persidangan hakim sengaja memersulit Walhi untuk mengajukan para saksi ahli sehingga para saksi ahli tersebut ‘tersinggung’ merasa tidak dihargai pengadilan, sehingga ada yang tidak jadi bersaksi. Alat bukti berupa hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penelitian Tim Independen bentukan pemerintah yang menyimpulkan adanya kesalahan teknik dan pelanggaran berbagai ketentuan hukum telah diabaikan. Dengan demikian jelas bahwa pengadilan telah terang-terangan ‘memihak’ kepada Lapindo cs selaku Tergugat.

  1. Pengadilan di negara ini, dalam kasus-kasus pencemaran dan perusakan ekologis – termasuk kasus perusakan hutan, kasus Buyat, Freeport dan lain-lain – telah memihak kepada korporasi penjahat ekologis, mengabaikan keselamatan rakyat. Ini menunjukkan bahwa pengadilan belum menjadi tempat yang tepat untuk mencari keadilan. Hal ini bukan sekadar pesimisme, tapi teorema yang berasal dari fakta empirik cara kerja pengadilan di Indonesia yang belum mampu mengangkat pantatnya dari kubang kemaksiatan hukum dan keadilan.

  1. Kami menyatakan prihatin, sedapat mungkin mendorong revolusi badan peradilan segera dilakukan dan jika pemerintahan negara tidak melakukan hal itu maka hukum alam akan bicara bahwa rakyat yang terabaikan hak keadilan mereka di muka hukum akan menggunakan hukum mereka sendiri. Jika pengadilan telah kehilangan kewibawaan maka rakyat menganggap pengadilan hanya sebagai kandang hewan ternak. Itu sudah terjadi.

  1. Kami menghimbau agar pengadilan tingkat yang lebih tinggi (Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) lebih bermoral dan memberikan keadilan dalam kasus tersebut, termasuk kasus-kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup demi keselamatan negara ini yang setiap tahun didera bencana karena kemunkaran yang dilegalisasi oleh hukum serta kekuasaan.

  1. Kami menghimbau agar kaum intelektual dan pers terus mendorong agar dunia hukum di negara ini segera bertobat dengan taubatan nasuha agar bencana tidak bertubi-tubi menghancurkan negara ini.

Demikian pernyataan sikap ini. Terima kasih.

Surabaya, 28 Desember 2007.

Tidak ada komentar: