Senin, 03 Maret 2008

Neopatriotisme

Indonesia berusia lebih dari 62 tahun ini punya masalah kerapuhan pangan, energi, politik, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan (hankam). Impor beras, kedelai, bawang dan bahan pangan lainnya terjadi setiap tahun. Listrik yang dikelola PLN mengalami defisit energi, rakyat kesulitan energi, pemilihan umum nasional dan daerah-daerah melahirkan para pemain politik murahan, belum lagi kekacauan (pertikaian) sosial dan hukum dalam pemilu, mafia peradilan pun langgeng.

Defisit anggaran terus berlangsung, apalagi diguncang harga minyak dunia. Kriminalitas menyapa masyarakat setiap hari, jumlah penjahat (termasuk yang berdasi) melebihi daya tampung bangunan penjara. Sementara itu wilayah teritorial Indonesia terdesak dari arah Singapura dan Malaysia, akibat penambahan wilayah pesisir Singapura dan pemindahan patok-patok batas di Kalimantan Utara. Itu terjadi di negara Indonesia yang kaya-raya sumber daya alam (SDA), melimpah sumber daya manusia (SDM), dan wilayahnya yang seluas Eropa.

Reformulasi

Pembangunan menuju arah kesejahteraan. Dalam formula pembangunan Indonesia (Pancasila), yang dibangun lahir dan batin, jiwa dan raga, tidak fisik melulu. Kalau jiwa mati, raga pasti mati. Kalau raga mati, jiwa tak punya instrumen untuk menempatkan diri. Dalam membangun, raga (lahir) harus sehat, jiwa juga kuat, dalam kesadaran. Konon Portugal menjadi negara Eropa yang paling tertinggal karena punya kebiasaan ‘siesta’ atau tidur siang, sehingga mengurangi produktivitas, mengurangi kesadaran hidup. Negara lainnya bekerja, Portugal enak-enakan tidur meski hanya satu jam, padahal waktu sedetik pun sangat bermanfaat. Akhirnya tertinggal.

Pendidikan menjadi penting untuk membangun kesadaran jiwa-raga itu, mampu mereformulasi terhadap resep-resep pembangunan yang gagal. Kabarnya, Amerika Serikat (AS) mampu mendominasi perekonomian, politik, dan militer melalui penguasaan sempurna ilmu pengetahuan dan teknologi. Universitas sebagai pabrik utama ilmu pengetahuan di AS maju pesat. Universitas di AS mendominasi peringkat terbaik menurut berbagai versi (Gumilar Rusliwa Somantri, Kompas, Selasa, 21 November 2006). Konon, waktu tidur orang AS rata-rata 5,5 jam sehari.

Ini jaman perang modern (baca: globalisasi). Pendidikan selain membangkitkan kesadaran jiwa-raga, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, harus dibarengi dengan penanaman mental patriotisme untuk mengunggulkan dan mengglobalkan Indonesia. Generasi Indonesia harus tahu sejarah imperialisme dan kelangsungannya, bukan untuk memusuhi asing atau balas dendam, tapi memintarkan diri dalam menghadapi serangan dahsyat dalam perang modern (meminjam Ryamizard Ryacudu, 2004).

Jika Anita Lie (pakar pendidikan) mengatakan bahwa saat ini peserta didik telah menjadi obyek demi kepentingan ideologi, politik, industri, dan bisnis (Kompas, 18 Pebruari 2008, hal. 12), maka paradigmanya harus diubah: bahwa penanaman kesadaran ideologi, politik, industri dan bisnis kepada para peserta didik tidak lagi untuk kepentingan pemodal, tapi untuk kebesaran Indonesia. Maka, anak didik bukan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar (global) - yang berarti menciptakan mental buruh – melainkan untuk menguasai pasar. Menciptakan karakter entrepreneurship, sebagaimana pemikiran Ir. Ciputra.

Pembebasan

Bung Karno (1933) mengingatkan kita: imperialisme tua dilahirkan kapitalisme tua, imperialisme modern dilahirkan kapitalisme modern. Kita melihat SDA Indonesia dikuras dari ujung Aceh hingga Papua oleh kapital asing yang telah disusun dalam konspirasi korporatokrasi Barat, terutama AS dan sekutunya, melalui kontrak-kontrak penanaman modal asing (PMA) yang merugikan Indonesia. Tata kelola ekonomi pemerintahan saat ini tidak berbeda jauh dengan cara-cara Pemerintah Hindia Belanda. Pembangunan mengejar ‘pertumbuhan’ sebagai ciri khas ekonomi kapitalisme. Ekonomi Pancasilaisme yang berprinsip keadilan sosial semakin meredup dan hampir mati, sebab bangsa Indonesia kehilangan semangat pratriotisme. Akibatnya: bangsa kaya-raya ini tetap menderita, dibohongi oleh kecerdikan asing.

Indikasi perang modern itu juga dapat dilihat dari rivalitas dalam usaha-usaha negara-negara yang peduli terhadap keadilan kultural global di era globalisasi yang dipimpin oleh Perancis dan Kanada melalui Unesco. Mereka berpendirian bahwa setiap pemerintah mempunyai hak untuk mengayomi, memajukan, dan bahkan melindungi (to safeguard, promote, and even protect) kebudayaan mereka dari persaingan yang datang dari luar. Namun AS dan sekutunya tidak menyetujui langkah tersebut dengan berpendapat bahwa kebinekaan kultural hanya akan tumbuh subur dalam suasana kebebasan yang menjiwai ekonomi global (Mochtar Buchori, Kompas, 18/2/2005).

Jika di era penjajahan (perang) kuno pendidikan sosial mengobarkan semangat patriotisme maka dalam era penjajahan modern (neoimperialisme) sekarang ini pendidikan sosial harus mengobarkan neopatriotisme. Neopatriotisme merupakan cara baru dalam menciptakan Indonesia yang berdaulat dalam soal ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, kultural dan hankam. Jalannya adalah pendidikan dengan konsep edukasi pembebasan: merekayasa rakyat (citizen engineering) Indonesia agar bisa mandiri atau merdeka dalam membangun, termasuk dalam mengelola SDA untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Peserta didik menjadi sadar dan bersemangat bahwa Nusantara ini adalah lahan subur untuk bertani, dengan konsep kewirausahaan tani. Kelak evolusi atau revolusi energi akan membutuhkan produk-produk pertanian sebagai bahan baku, memformulasikan ketahanan pangan dan energi Indonesia. Generasi muda berpengetahuan dan menguasai teknologi, berdaya inovasi dan invensi, mahir mengelola sumber kekayaan laut yang melimpah, yang selama ini lebih banyak dicuri para nelayan bangsa yang lebih maju.

Merebaknya tabiat korupsi di negara ini juga menunjukkan betapa lemahnya patriotisme bangsa ini. Itu menunjukkan bahwa semangat individualisme mengalahkan semangat bernegara. Bangsa ini harus punya target jelas: kapan terlepas dari jerat ketergantungan utang dan teknologi kepada asing, agar segera terbebas dari kontrak-kontrak global yang merugikan: paling lama 25 tahun ke depan. Paradigma pembangunan ekonomi mengarah ke resources nasionalism, inward looking oriented, keselamatan sosial dengan sadar fungsi alam, serta mampu memetakan zona-zona potensi bencana untuk antisipasi penyelamatan.

Jiwa neopatriotisme diharapkan mampu mengatasi problem-problem Indonesia tersebut. Seorang neopatriot bukanlah orang yang berkutat untuk kebahagiaan diri, tapi adalah orang yang bangun jiwa-raganya (bersemangat), merdeka, demokratis, humanis, berpengetahuan luas, terampil, menguasai teknologi (termasuk informasi), bermoral dan resah memikirkan kebesaran Indonesia, bahagia dengan kejayaan Indonesia.

Tidak ada komentar: