Bu Stella mengajar matapelajaran Ekonomi di sebuah SMP. Bu Stella menerapkan cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan cara memancing siswa melalui pertanyaan.
“Anak-anak! Ibu tanya nih: Apa manfaat modal asing atau luar negeri buat Indonesia?” tanya Bu Stella.
“Untuk mempercepat pembangunan ekonomi Bu!” jawab Ina yang terkenal pandai itu. Kebetulan ayahnya ekonom tulen, lulusan Inggris.
“Untuk membiayai pembangunan Bu, sebab Indonesia kekurangan modal!” jawab Gani yang pintar matematika. Mamanya lulusan Berkeley University.
Hampir semua siswa menjawab.
“Siapa mau berpendapat lagi? Jangan takut salah! Nggak ada itu pendapat salah, asalkan alasannya masuk akal. Keliru juga nggak apa-apa. Namanya juga belajar!”
Tapi para siswa tetap diam, sehingga Bu Stella menunjuk Ugik.
Ugik agak gemetar, tapi malu kalau tidak menjawab. Ugik ini memang agak bloon, konon menderita slow learner gara-gara ibunya sering membelikan makanan ikan laut dengan tujuan supaya pintar, tapi nggak tahunya ikan laut yang dibeli tercemar merkuri dari limbah pabrik-pabrik yang masuk ke laut.
Tapi Ugik agak ingat pernah melihat tayangan televisi tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dikelola perusahaan asing.
“Ee... gini Bu. Modal asing... untuk apa? Supaya ... Indonesia ini diambil minyaknya..., gasnya..., batubaranya..., emasnya... dan lain-lain, agar segera habis...,” jawab Ugik. Teman sekelasnya tertawa riuh.
“Loh..., kok supaya habis, maksudnya gimana Gik?” kejar Bu Stella.
“Iya Bu... Di lagu Indonesia Raya itu kan katanya ...’Indonesia tanah airku..’ Jadi.., kalau tanah airnya masih mengandung minyak.., gas..., batubara..., emas..., tembaga... dan lain-lain... kan tercampur? Supaya tinggal tanah dan air, ...ya... zat yang selain tanah sama air harus diambili semua.... Makanya... ya.. orang-orang asing yang punya banyak uang itu... disuruh ngambili yang selain tanah dan air itu. Kan pakai modal,.. untuk biaya? Kalau sudah habis..., jadilah benar-benar Indonesia, tanah air kita..., tinggal tanah dan air...,” jawab Ugik yang membuat kelas semakin gaduh. Ugik malah tambah malu ditertawakan teman-temannya.
Ugik belum tahu kalau ada UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan Keputusan Presiden No.96/2000 yang membolehkan investor asing memiliki saham sampai 95% dalam sektor air. Sekarang tinggal tanah. Jadinya lagu Indonesia Raya menjadi: “Indonesia tanah-tanahku, tanah tumpah darahku. .... dst.”
Itupun kalau masih beruntung. Kalau misalnya di dalam semua tanah Indonesia ada migas, emas, tembaga, dan mineral yang berharga lainnya maka modal asing bisa membuat perusahaan berbentuk PT di Indonesia, pakai nama orang Indonesia, untuk mengelola seluruh tanah Indonesia, sehingga lagu Indonesia Raya menjadi: “Indonesia, tanah-airmu, tanah tumpah limbahmu. Di sanalah aku berdiri, jadi pandu tuanku....." dst...
Tapi saya dulu juga murid goblok. Jadinya ya begini..... Maklum, namanya juga orang bloon, jadi nggak ngerti teori ekonominya Amerika Serikat.
“Anak-anak! Ibu tanya nih: Apa manfaat modal asing atau luar negeri buat Indonesia?” tanya Bu Stella.
“Untuk mempercepat pembangunan ekonomi Bu!” jawab Ina yang terkenal pandai itu. Kebetulan ayahnya ekonom tulen, lulusan Inggris.
“Untuk membiayai pembangunan Bu, sebab Indonesia kekurangan modal!” jawab Gani yang pintar matematika. Mamanya lulusan Berkeley University.
Hampir semua siswa menjawab.
“Siapa mau berpendapat lagi? Jangan takut salah! Nggak ada itu pendapat salah, asalkan alasannya masuk akal. Keliru juga nggak apa-apa. Namanya juga belajar!”
Tapi para siswa tetap diam, sehingga Bu Stella menunjuk Ugik.
Ugik agak gemetar, tapi malu kalau tidak menjawab. Ugik ini memang agak bloon, konon menderita slow learner gara-gara ibunya sering membelikan makanan ikan laut dengan tujuan supaya pintar, tapi nggak tahunya ikan laut yang dibeli tercemar merkuri dari limbah pabrik-pabrik yang masuk ke laut.
Tapi Ugik agak ingat pernah melihat tayangan televisi tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dikelola perusahaan asing.
“Ee... gini Bu. Modal asing... untuk apa? Supaya ... Indonesia ini diambil minyaknya..., gasnya..., batubaranya..., emasnya... dan lain-lain, agar segera habis...,” jawab Ugik. Teman sekelasnya tertawa riuh.
“Loh..., kok supaya habis, maksudnya gimana Gik?” kejar Bu Stella.
“Iya Bu... Di lagu Indonesia Raya itu kan katanya ...’Indonesia tanah airku..’ Jadi.., kalau tanah airnya masih mengandung minyak.., gas..., batubara..., emas..., tembaga... dan lain-lain... kan tercampur? Supaya tinggal tanah dan air, ...ya... zat yang selain tanah sama air harus diambili semua.... Makanya... ya.. orang-orang asing yang punya banyak uang itu... disuruh ngambili yang selain tanah dan air itu. Kan pakai modal,.. untuk biaya? Kalau sudah habis..., jadilah benar-benar Indonesia, tanah air kita..., tinggal tanah dan air...,” jawab Ugik yang membuat kelas semakin gaduh. Ugik malah tambah malu ditertawakan teman-temannya.
Ugik belum tahu kalau ada UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan Keputusan Presiden No.96/2000 yang membolehkan investor asing memiliki saham sampai 95% dalam sektor air. Sekarang tinggal tanah. Jadinya lagu Indonesia Raya menjadi: “Indonesia tanah-tanahku, tanah tumpah darahku. .... dst.”
Itupun kalau masih beruntung. Kalau misalnya di dalam semua tanah Indonesia ada migas, emas, tembaga, dan mineral yang berharga lainnya maka modal asing bisa membuat perusahaan berbentuk PT di Indonesia, pakai nama orang Indonesia, untuk mengelola seluruh tanah Indonesia, sehingga lagu Indonesia Raya menjadi: “Indonesia, tanah-airmu, tanah tumpah limbahmu. Di sanalah aku berdiri, jadi pandu tuanku....." dst...
Tapi saya dulu juga murid goblok. Jadinya ya begini..... Maklum, namanya juga orang bloon, jadi nggak ngerti teori ekonominya Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar