Minggu, 09 Desember 2007

KISAH PERJALANAN SABUN

Sebuah sabun sangat senang ketika jatuh terbeli di tangan seorang artis cuuuantik dan semlohe… Sudahlah gak usah dikisahkan di sini bagaimana ia bersama artis itu di kamar mandi. Bayangkan saja kalau mau…!

Sudah takdir si sabun itu ketika akhirnya ia habis, menjadi busa dan tercampur air, mengalir mengikuti arus air yang membawanya. Alangkah sedihnya ia harus berhari-hari diam di selokan macet, hingga Tuhan menolongnya dengan guyuran hujan deras, membawanya ke sungai, pas di Kali Surabaya. Ia terkejut bukan kepalang, sebab di Kali Surabaya ia harus bercampur dengan kawan-kawan dari limbah pabrik-pabrik serta domestik.

Sabun itu menyesal, sebab dirinya harus menjadi bagian dari apa yang disebut oleh para manusia sebagai ‘racun’ atau limbah. Gara-gara ia dan teman-teman senasibnya, Walhi menggugat industri dan malangnya dimain-mainkan para hakim PN Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang hobi main petak umpet dan makan ‘limbah’ uangnya orang-orang berduit. Ecoton pun menggugat gubernur Jawa Timur. Si sabun menyesal dan bersedih. Andaikan Tuhan memberinya sayap maka ia akan terbang jauh ke alam bebas, tak mau menjadi penghuni sungai yang dibenci banyak orang, menjadi biang penyakit sosial.

Suatu saat si sabun yang telah menjadi limbah itu merenung, bertanya kepada dirinya sendiri, “Apakah ini memang salahku, apa salah artis cantik yang memakaiku, ataukah salah pabrik yang memroduksi aku?”

Sebelum ia tahu jawabannya, tiba-tiba ada larutan sabun yang terbatuk-batuk dan mau muntah-muntah. Si buih sabun bertanya, “Kenapa kamu kawan?”

“Waduh, nasibku apes! Aku terkena gangguan psikologis ini gara-gara jatuh ke tangan pemuda brengsek, setiap hari aku dipakai onani!”

Dari peristiwa itu, tak sengaja, si buih sabun akhirnya mendapatkan jawaban: “Oh iya ya… Ini yang salah manusia yang suka onani. Industri-industri dijadikan alat onani untuk memeroleh kenikmatan ekonomi. Manusia juga onani dan mansturbasi dengan membayangkan ketampanan dan kecantikan diri, membayangkan betapa nikmatnya kekayaan dan fasilitas. Jika perlu menjual diri, bahkan menjual masyarakat. Pokoknya gampang memeroleh uang, jual saja nasionalisme, jual saja nasib orang lemah, jual apa saja yang bisa dijual…. Seharusnya seseorang mendapatkan ‘kenikmatan’ dengan cara pernikahan yang sah, tapi tampaknya tak terpuaskan dengan apa yang dipunyai. Onani terus….., memaksakan diri, menipu diri dengan imajinasi…..

Bahkan demokrasi di negara ini juga alat onani ……

Akhirnya, si buih sabun suatu saat masuk ke perut-perut anak cucu cicit para pelaku onani politik, hukum dan sosial….. , menjadi bahan kanker dan penyakit thelo.

Cakbagio. Surabaya, 9/12/2007

Tidak ada komentar: